Cerita Seks Terbaru Presentasi Berujung Threesome



Cerita Seks Terbaru Presentasi Berujung Threesome



Aku bekerja di sebuah perusahaan Event Organizer yang cukup terkenal di Jakarta.

Di sana aku bekerja sebagai Senior Account Executive.

Klien terbesarku adalah U*******r. Aku telah banyak menggoalkan proposal event yang kukerjakan bersama teamku,

namun pada saat presentasi biasanya aku sendirian atau berdua dengan staffku seorang junior account executive atau salah seorang dari team kreatif.

Aku biasa dipanggi Obe. Usiaku 29 tahun belum menikah,

belum punya pacar, saat ini. Asli Bandung namun aku mengontrak rumah kecil,

dekat yang dengan kantorku di bilangan Gatot Subroto.

Penghasilanku lumayan, hasil tabunganku 4 tahun bekerja di 3 perusahaan periklanan, dapat membeli mobil yang kuidamkan,

sebuah Mercy Tiger tahun 1986, warna hitam dan gaya custom pelek lebar 18 inch,

body ceper gaul, dan audio dengan sound quality yang memanjakan telinga.

Cukup cocok mendukung pekerjaan dan penampilanku. Setidaknya orang dapat menilaiku seorang eksekutif menengah di sebuah perusahaan.

Senin pagi itu aku ada janji bertemu dengan Brand Manager U******r,

untuk produk shampo terkenal, berkaitan dengan pitching event shampo tersebut yang cukup menyita waktu

istirahatku. Berangkat pagi pulang subuh, selama dua minggu walau diselingi dugem di HR atau di daerah Kemang sebagai pelepas penat.

“Selamat siang, ada yang bisa dibantu?” gadis manis receptionist menyapa dengan senyum ramah di wajahnya.

Lumayan, agak menurunkan tensi, karena terus terang hari itu aku merasa tegang sekali

berkaitan dengan proposal event yang sempat aku presentasikan seminggu yang lalu.

“Bisa bertemu dengan Ibu Sinta? Saya ada janji bertemu dengan beliau,

Saya Obe, dari I*****”, sambil menunjukkan name tag-ku.

“Mohon ditunggu sebentar, Ibu Sinta sedang ada tamu”, sambil mempersilahkan duduk, Clara tersenyum kembali.

Kutahu namanya dari name tag-nya.

“Reni kemana Mbak?” tanyaku menanyakan receptionist yang pernah kutemui saat aku presentasi.

“Dia sudah resign, persis satu minggu yang lalu”.

Ooo.. berarti ketika aku presentasi, hari itu adalah hari terakhirnya Reni.

Imut sekali. Lebih cantik dari Reni Tidak terlalu tinggi, tapi terlihat manis dengan blazer coklat, blouse krem dan rok sepaha, yang cukup lumayan tinggi,


hingga kulit pahanya yang mulus terlihat dengan jelas. Sepatu hak tinggi menambah seksi kaki mungil Clara. Usianya kira-kira 24 atau 25 tahun.

Ah,.. sudahlah, setidaknya dengan melihat Clara pikiran ku agak sedikit rileks, berhubung minggu lalu aku dibantai habis-habisan oleh Ibu Sinta,


mulai dari konsep event hingga budget yang kuajukan. Berbeda dengan brand manager produk lainnya, Ibu Sinta agak sedikit dingin namun kritis sekali dalam menilai sebuah proposal.

Pertanyaan yang bertubi-tubi pada saat presentasi menandakan beliau sangat berpengalaman sekalidalam menghandle produk.

Saat fantasiku melayang memikirkan Clara dengan lingeries (dasar cowok), tiba-tiba suara Clara memecah konsentrasiku..

“Pak Obe, silakan, ditunggu di ruang kerja Ibu Sinta”, sambil berdiri dekatku yang duduk di sofa ruang tunggu.

Bau Cool Water women tercium harum sekali menambah tajamnya fantasiku tentang Clara,


yang kusimpan dulu sementara untuk dilanjutkan setelah bertemu Ibu Sinta. Clara jalan didepan mengantarku menuju raung kerja Ibu Sinta.

Roknya cukup ketat, hingga menampilkan garis CD yang tidak biasanya ku lihat.. G-String! Woow..
Kalau aku Ryo Saeba (City Hunter) tentunya aku telah dibuatnya mimisan. Tamu Ibu Sinta terlihat keluar dari ruangan Ibu Sinta.

Sosok yang tidak mungkin kulupakan, Andra! bajingan itu mencuri konsepku dua tahun yang lalu ketika sama-sama kerja di B**O.

Kurang ajar.. ngapain dia ketemu Ibu Sinta?


Apakah dia mengerjakan proyek yang sama seperti aku tangani sekarang?

Diakah musuh pitchingku? Who cares!

Ketika saling papasan kami hanya saling pandang sebentar dan berlalu begitu saja..

“Ibu, pak Obe dari I*****”, Clara memberitahu Ibu Sinta yang sedang duduk menghadap jendela kaca.

Begitu membalik, Ibu Sinta sedang memegang proposalku dan melemparnya ke meja dihadapan beliau.

Glek!.. This could be the end of the world..
Perasaanku semakin tidak enak, karena pengalamanku selama mengerjakan 19 proposal proyek event atuapun Integrated Marketing Communication,


hanya 2 yang ditolak, itupun kalah pithcing denga agensi lain.

Berarti ini yang ketiga dari 20.. que sera sera.. what ever will be, will be.

“Duduk Obe,..” seiring pintu ditutup Clara dari luar.

Kira-kira 3 menit ruangan itu hening. Terus terang aku semakin grogi dibuatnya.


Tidak terpikirkan satu katapun untuk diluncurkan membuka kebekuan ini.

Ibu Sinta melihat proposalku sambil sesekali melirik padaku.

Gilaa.. Aku semakin salah tingkah dibuatnya.. tidak pernah sebelunya aku merasa setegang ini dan menjadi tidak pede.

“Ha.. ha.. ha.. ha.. nggak usah tegang gitu deh, Be!” sambil berdiri dan berjalan ke lemari es kecil di samping sofa di ruangannya.

“Mau minum apa Be..?” sambil membuka lemari beliau berkata.

Puihh.. tensiku sedikit menurun.

“Ehm.. anything you drink.. same as you I guess”, masih beku lidahku, walaupun di lemari es itu kulihat Vodka Cruiser, minuman kegemaranku.

Beliau mengambil 2 Coke kaleng dingin. Satu ditaruhya di depanku setelah sebelumnya beliau buka.

“Honestly.. I do like your proposal.. very much!” sambil kemudian meneguk Coke dari kalengnya.

Sedikit mengibaskan rambutnya sebelum minum, leher jenjangnya terlihat putih, sangat seksi. Hampir loncat dari kursi aku mendengarnya dan berteriak

hore.. Namun tidak kulakukan.. Jaim.. jaim Be..


“O ya..? How could you posibbly like my proposal? Perasaan aku bikinnya nggak begitu pede bu,” kataku merendah,

sambil kumundurkan badanku menyentuh sandaran, hingga merasa rileks.

“Oo.. jadi kalo pede, mungkin lebih bagus lagi yaa..?

Ah, lu bisa aja deh Be..” sambil sedikit tertawa.

hari itu Ibu Sinta yang kukenal ketika pertama kali presentasi sangat berbeda.

Imageku tentang Bu Sinta langsung berubah 180 derajat. She’s so lovely today.

“Mmm, sini deh Be..!” kembali berdiri dan berjalan menuju sofa.

Sedari tadi baru sekarang aku penampilan Ibu Sinta yang begitu menggairahkan,

karena konsentrasiku masih tertuju pada proposal. Blouse putih, tipis ketat, menampilkan gObes bra hitam yang begitu menggoda.

Rok tinggi hitam dan stocking hitam tipis membungkus kakinya, ditambah sepatu hak tinggi bergaya stilletto semakin menambah beliau seksi.

Aku berjalan mengikuti beliau duduk di sofa. Beliau duduk di one piece sofa

sedangkan aku duduk di sofa besarnya. Aku duduk agak di tengahnya dan beliau duduk di sofa sebelah sofaku dan membentuk sudut 90 derajat kira-kira.

“I like the idea about hair test.., hal itu dapat membangkitkan ketergantungan konsumen pada produk S*****k. I mean, we can find the reason why people must use certain vObeances..”,

kulihat semangat di matanya, pertanda proposalku diterima.

Bahasanya campur aduk Inggris-Indonesia,

lu gue, dan segala kosa kata yang masih kumengerti. Percakapan itu semakin hangat. Gestur Ibu Sinta semakin santai dengan bermacam posisi. Sekali-kali bersandar, kemudian maju lagi.

Seringkali menyilangkan kakinya bolak-balik, membuat aku sedikit melirik ke arah pahanya dan memikirkan apa yang ada di balik roknya,

membuatku semakin tidak enak duduk, karena burungku sudah ingin lepas dari sangkarnya.

 Apalagi beliau sering sekali menepuk pahaku, walaupun aku sudah berusaha untuk menjauh sedikit, karena ingin menjaga imageku.

Hingga akhirnya dudukku semakin ketengah sofa, yang otomatis membuat jarak duduk cukup satu orang di sampingku. Konsentrasiku semakin terpecah, ya mendengarkan Ibu Sinta,

sambil sesekali membalas percakapan, dan melihat beberpa bagian tubuh Ibu Sinta, muali dari kancing atas blousnya yang tidak tertutup,

yang dengan jelas memperlihatkan dua bukit tertutup bra berlace hitam, dan ke arah bagian paha hingga dalamnya rok atasnya.

“But, before I accept this proposal, ada beberapa hal yang pengen gue omongin sama elu”, sambil menObek badannya bersandar pada sofa.

Jarak duduk dia yang agak jauh dengan senderan sofa, membuat dia agak sedikit berbaring.

 Kedua pahanya terbuka, membuat aku semakin penasaran daerah yang tadinya gelap. Tanggannya menObek sedikit roknya ke atas.

Jantungku sedikit berdegup keras, sambil menelan ludah mataku terkonsentrasi pada daerah tadi.

“Gue dari tadi merhatiin elu liatin badan gue.., lu suka khan..?” sambil senyum sedikit menggoda.

“Eehhm.. mm.. mmaksud Ibu..?” tergagap aku mendengar pertanyaan itu.

“Gak usah panggil gue Ibu, panggil gue Sinta”, sambil berpindah posisi duduknya di sebelahku.

Gila.. mau ngapain nih si Ibu? Pikirku dalam hati. Terus terang, hasrat kelelakianku makin kuat.

“Don’t be so naive.. Ini khan yang lu tunggu..?” bibirnya mendekati mukaku.

Kontan aku menyambutnya. Hilang sudah perasaan sungkanku pada beliau.

Yang ada hanya nafsu yang ingin kupuaskan, setelah 2 minggu puasa kebutuhan biologis, mengerjakan proposal proyek ini.

Bibir kami bersatu, lidah kami saling menyeruak masuk ke dalam rongga mulut.

Sambil mendorong badanku hingga akhirnya tiduran di sofa panjang itu, Sinta, begitulah kupanggil namanya sekarang tanpa atribut Ibu,

 semakin agresif meraba burung yang masih dalam sangkar namun sudah berdiri tegak.

Rasa pegal di burung akhirnya hilang ketika kusadari Sinta telah membuka celanaku, dan mengeluarkan penis yang berdiri tegak, mencObe sangkar hangat.


“Kalau lu mau proyek ini goal, puasin gue sekarang.. ngerti?

Gue gak ragu-ragu untuk menunda atau menolak porposal lu,

kalo lu gak puasin gue hari ini..”, ancaman itu terdengar menantang sekaligus anugrah yang tak terkira.

Kemejaku telah terbuka, Sinta menjilati dan mencium leherku, kemudian turun menjalar ke bawah, centi demi centi dadaku, hingga akhirnya menjilati dan menciumi putingku.

Putingku digigitnya, menimbulkan sensasi luar biasa.

Aku berusaha melepas baju yang dipakai Sinta, hingga akhirnya kulempar entah kemana.

 Tinggallah Sinta hanya menggunakan bra hitam seksi, sambil masih menjilati tiap centi dadaku.

“Oooh.. Sin.. god.. mmh” aku meracau menikmati permainan lidahnya.

Sinta begitu buas menjilati dadaku yang ditumbuhi sedikit bulu. Tanganku meraih pengait bra, dan terlepas.


Kulepaskan dan kulempar lagi entah kemana. Kini dua daging kembar itu menyentuh perutku.

Semakin Sinta bergerak kebawah, terasa gumpalan daging itu memijat penisku dan semakin memberikan sensasi luar biasa. Tiba-tiba, Sinta menghentikan kegiatannya, dan berdiri.

“Tunggu, gue punya kejutan tambahan buat lo..”, sambil berjalan menuju telepon.

“Clara, ke ruangan ku sebentar,.. gantiin tugas mu sama Putri.

Minta sama dia, Gue gak mau terima telepon, gue gak terima tamu hari ini sampe jam 5. Is that clear?” jawaban Clara di speaker phone mengakhiri permintaan Sinta.

Aku kaget setengah mati, dan buru-buru mengancingkan kemejaku dan berusaha merapikan celanaku.

“Be, nggak perlu deh lu rapiin, .. ..”, ujar Sinta, seraya pintu dibuka oleh Clara.

Clara tersenyum ke arahku, sambil mengunci pintu dari dalam dan lalu menghampiri Sinta yang masih berdiri dekat meja.

 Kekagetanku bertambah, ketika mereka berpelukan dan saling cium ala french kiss. Clara meremas payudara Sinta, sambil berciuman.

“Clara, mau kan nemenin aku muasin diriku bareng Obe?” tiba-tiba Sinta berubah jadi romantis.

Clara mengangguk tanda setuju dan tersenyum ke arahku. Fantasiku jadi kenyataan,

akhirnya aku dapat menikmati tubuh Clara.

Mereka berdua menghampiriku. Sinta kembali menciumku, bibir kami saling berpagut. Sementara Clara mengeluarkan batang penisku, yang kemudian dihisapnya.

Woow sensasi luar biasa. Gantian kuhisap payudara Sinta, dan dia pun melenguh.

“Eughh.. hmm.. Obe.. ahh..”, ceracau Sinta, sambil kuremas pantatnya.

Kusingkapkan roknya, dan ternyata Sinta memakai pantyhose, stocking celana.

 G-String hitam membayang menambah gairah. Sementara Clara masih sibuk dengan penisku.

Hisapan sangat enak, pertanda dia pun pengalaman. Sambil membuka satu-persatu pakaiannya, Clara menjilati zakarku, ujung penisku pun tak luput dibikin geli olehnya, hingga akhirnya tinggal g-stringnya yang masih menempel.

Aku akhirnya berbaring di sofa panjang, gantian Sinta menjilat dan menghisap penisku,

sementara vagina Clara berada di atas mukaku. Kujilati vagina yang sudah mulai becek dari sela g-string yang masih menempel.

“Ahh, .. Ehm.. nikmat sekali.. uhh..”, lidahku menari di vagina Clara.

Clara membungkuk hingga akhirnya kami membentuk posisi 69, bergabung dengan Sinta yang tengah menghisap penisku.

Bergantian mereka menjilat dan menghisap penisku, dan kadang mereka saling menjilat lidah masing-masing, ataupun berciuman.

“Slurp.. Slurp.. mmcup.. ahh.. slurp..”, bunyi hisapan bercampur air liur mereka yang membasahi penisku.

“Aaach.. Obeee.. ohchh.. aahh”, Clara berteriak, tanda orgasme.

Mulutku pun belepotan oleh cairan vagina Clara. Clara beranjak dari mukaku dan duduk di sofa satunya lagi.

“Sekarang giliranmu Sin..”, kataku mulai berani untuk mengimbangi permainannya.

Rasa sungkan itu hilang seiring munculnya nafsu menggebu untuk turut menikmati vagina Sinta. Sinta berbaring di sofa panjang.

Terlihat noda basah di sekitar pantyhose yang menutupi g-string dan vaginanya.

Kujilati perlahan pantyhosenya, menambah lebarnya noda basah tersebut.

Kuakui, akhirnya aku menyukai wanita dengan pantyhose terpasang seperti Sinta. Sinta menggelinjang keenakan.

Kugigit hingga sobek pantyhosenya, hingga membuat lubang dan dengan jelas menampakkan CD hitam seksinya.

Kusingkapkan ke pinggir, hingga celah vagina Sinta terlihat.

Peduli amat aku harus ganti atau tidak pantyhosenya.

Seribu pantyhose pun yang dia minta pasti kuganti.. mercy aja aku bisa beli apalagi yang begituan.

Penetrasi lidahku semakin buas, membuat Sinta mengerang kenikmatan, dan sesekali

berteriak. Kutahu pasti ruangan itu kedap suara, karena pintunya pun sangat tebal, duakali tebal pintu biasa kali.

Sementara itu Clara yang masih kelelahan, memainkan vaginanya dengan jari,

sambil menikmati permainanku dengan Sinta. Erangan kuat Sinta menandai dia telah mencapai puncaknya, semakin besar pula lah, noda basah di pantyhose sekitar vaginanya.

“Obe.. aku puas banget, Ri sungguh..”, Sinta memuji permainan lidahku.

“Just wait ladies, you haven’t seen it all..”, kataku sambil

melepaskan kemeja yang sudah terlepas kancingnya. Kuturunkan juga celana lea permanent pressku dan cdnya.

Perlahan kuhampiri Sinta yang masih terbObeng. Kuraih kaki indah yang masih terbungkus pantyhose hitam.

Kujilati ujung kakinya, sambil sesekali kukgigit perlahan, menimbulkan rasa geli yang tak dapat ditahan Sinta,

 hingga tubuh indah Sinta bergerak ke kanan dan ke kiri. Kaki Sinta menimbulkan bau harum khas yang menambah naiknya libidoku ke ubun-ubun.

Kususuri betis hingga paha dengan lidahku, hingga akhirnya sampai pada vagina basahnya. Sekitar lima menit kujilati,

lalu aku berdiri tegak. Bagai pedang terhunus, ku dekatkan penis tegak ini ke vagina Sinta. Lewat lubang pantyhose yang kubuat dan celah g-string yang tersingkap, ku mainkan penisku, mengusap labia mayora Sinta yang sudah becek.

“Masukin.. Be.. Ayoo.. Masukin sayang, aku udah nggak tahan.. jangan sikhsa akuhh Rii.. Ingat proposalmu sayang.. ohh..” dalam keadaan terangsangpun Sinta masih bisa mengancam.

“Siap ya sayang..,” dan perlahan centi-demi centi batang penisku amblas di vagina hangat dan sempit ini.

Bless.. seluruh batangku dilahap vagina Sinta. Rasa hangat dan geli semakin terasa.

Apalagi vagina Sinta seperti memijat penisku. Perlahan kucabut dan kumasukkan kembali dengan tempo yang semakin cepat.

Tangan Sinta merangkul leherku. Gerakan pantatku maju mundur dengan irama yang makin cepat.

“Oh.. Oh.. Oh.. Good.. ah.. aa.. aahh” kata-kata itu muncul seirama dengan keluar masuknya penisku di vagina Sinta.

Smentara itu Clara yang sedari tadi memainkan vaginanya, menghampiri Sinta.

Bibir mereka saling berpagut, kemudian lidah Clara menjalar ke leher hingga payudara Sinta. Dihisapnya puting Sinta sambil sesekali digigitnya.

“Damn it, You fuck me ghhoodd.. occhh.. .Shit!” Sinta kembali meracau.

“I wanna cum.. I wanna cumm.. AAHH.. Shit.. You’re really good honey..”.

Tidak percuma aku merawat tubuhku di Gym hotel Mulia Senayan.

In fact, aku juga punya langganan tetap penyaluran hasratku di sana. Seorang Instruktur aerobic cewek.

Kucabut perlahan penisku dari vagina Sinta. Aku menghampiri pantat Clara yang masih sibuk menjilat puting payudara Sinta.

Kuturunkan CD-nya, dan kulepas dari kakinya. Kuciumi sebentar, dan aromanya membuat libidoku semakin meledak.

Kugigit g-string warna krem tadi sambil kuarahkan penisku, mencObe lubang anus Clara. Kubasahi penisku dengan ludahku sendiri.

Clara tampak agak keberatan karena pantatnya bergerak-gerak terus kiri kanan.

Namun sekali kesempatan kupegangi kuat-kuat pantanya.

Kumasukkan perlahan. Clara menjerit. Pertama akupun merasa perih, namun lama-lama,

seiring dengan banyaknya ludah kuoleskan di penis, semain licin pula jalan masuk. Clara pun merasa keenakan, mendapat sensasi baru ini.

“Obe.. Achh.. Nikmat sekali.. aduuhh.. Obe.. cepetin dong.. achh” racau Clara.

“Yes, fuck her in the ass baby!”, seru Sinta sambil mengubah posisi dengan vagina menghadap muka Clara.

Clara tidak melepaskan kesempatan untuk menjilat vagina Sinta. Permainan tetap berjalan bertiga. Sesekali kutampar pantat Clara, membuat Clara melenguh kesakitan, namun suaranya menambah sensasi.

Geli di ujung penisku semakin kuat. Tak berapa lama ku cabut batang penisku.

Clara membalik menghadap penisku sambil duduk di sofa. Begitu pula Sinta. Kukocok cepat penisku, sementara mulut mereka telah siap menerima spermaku.

“Give it to me darling.. yes.. shake it..!” seru Sinta menyemangati kocokanku.

“Ayo Be.. aku udah lama nggak minum sperma.. c’mon Ri”, Clara pun turut menyemangati pula bersahut-sahutan dengan Sinta.

“I’m Cumming.. oh.. oh.. oh.. AARGHH..!”, teriakku, seiring dengan keluarnya sperma, menyemprot muka mereka berdua silih berganti.

Clara dan Sinta menjilati leleran spermaku di mukanya, sesekali mereka juga saling menjilat. Oooh, pengalaman pertama orgyku yang hebat.

Aku terduduk lemas, mereka menghampiriku sambil kemudian menjilati batang penis yang masih penuh dengan sisa-sisa sperma. Tentunya perbuatan mereka membuatku menggelinjang.

“Ok, Be, .. you’re the best fucker I’ve ever know.. and proposal lu juga gue terima”, kata Sinta sambil duduk di samping kananku.

Sementara Clara berada di samping kiriku. Kenikmatan ganda yang tiada duanya.

“Be, thank you very much”, ujar Clara sambil kemudian melumat bibirku.

Begitulah hari itu, 4 Jam kami bercinta, dan merupakan awal dari petualangan orgy ku selanjutnya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Sex Puas Oleh hewan Hewan Kesanyangan

Cerita Sex Mengetes Obat Perangsang Yang Berunjung Nikmat

Cerita Sex 3 Anak Smp Dan Tante Hot